Klaim Pemerintah Menutup Kasus
Klaim Pemerintah Menutup Kasus Soal Penemuan Ladang Ganja

Klaim Pemerintah Menutup Kasus Soal Penemuan Ladang Ganja

Klaim Pemerintah Menutup Kasus Soal Penemuan Ladang Ganja

Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print
Klaim Pemerintah Menutup Kasus
Klaim Pemerintah Menutup Kasus Soal Penemuan Ladang Ganja

Klaim Pemerintah Menutup Kasus Ladang Ganja Di Bromo Karena Tanaman Ganja Tumbuh Dari Kotoran Burung Adalah Tidak Benar Dan Telah Dikonfirmasi Sebagai Hoaks. Sehingga penemuan ladang ganja ini memicu kekhawatiran tentang pengawasan di kawasan konservasi. Oleh sebab itu komisi IV DPR RI sudah memanggil Menteri Kehutanan yaitu Raja Juli Antoni untuk meminta pertanggungjawaban atas lemahnya pengawasan di TNBTS. Lokasi ladang ini berada di sisi timur TNBTS, jauh dari jalur wisata Gunung Bromo maupun Semeru, dan tersembunyi di area hutan lebat dengan medan yang curam dan sulit di jangkau.

Modus operandi jaringan ini melibatkan pemanfaatan kondisi geografis yang sulit di akses untuk menyembunyikan aktivitas ilegal mereka. Para pekerja lokal direkrut oleh seorang tokoh bernama Edy, yang kini masih buron. Edy menyediakan bibit, pupuk, dan kebutuhan lain untuk penanaman ganja, serta menjanjikan upah menarik kepada para pekerja. Dalam persidangan, terdakwa mengaku di janjikan upah Rp 150 ribu per hari. Serta bonus Rp 4 juta per kilogram hasil panen. Klaim Pemerintah Menutup Kasus penemuan ladang ini memicu perhatian luas setelah video drone yang menunjukkan lokasi ladang viral di media sosial.

Penggunaan drone menjadi alat penting dalam operasi ini karena membantu petugas memetakan lokasi-lokasi tersembunyi yang sulit di jangkau secara manual. Namun, video tersebut juga memunculkan spekulasi tentang kebijakan larangan drone di kawasan TNBTS. Kepala Balai Besar TNBTS menegaskan bahwa larangan drone bertujuan melindungi ekosistem dan tidak terkait dengan penemuan ladang ganja. Kesimpulannya, Klaim Pemerintah Menutup Kasus menyoroti tantangan besar dalam menjaga kawasan konservasi dari aktivitas ilegal yang merusak lingkungan. Ladang ganja yang di temukan berada di zona rimba, area yang seharusnya di lindungi untuk keanekaragaman hayati.

Klaim Pemerintah Menutup Kasus Ladang Ganja Dan Awal Terungkapnya

Penegakan hukum terhadap jaringan ini di harapkan dapat memberikan efek jera sekaligus memperkuat pengawasan terhadap kawasan konservasi seperti TNBTS. Klaim Pemerintah Menutup Kasus Ladang Ganja Dan Awal Terungkapnya di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) terungkap pada akhir September 2024, ketika Polres Lumajang mengungkapkan adanya peredaran ganja di Kecamatan Tempursari, yang berbatasan dengan Kabupaten Malang. Pengungkapan ini di mulai setelah polisi berhasil mengamankan lebih dari satu kilogram ganja kering. Yang memicu kecurigaan bahwa ada lokasi penanaman di sekitar area tersebut.

Kapolres Lumajang, AKBP Mohamad Zainur Rofiq. Menyatakan bahwa dengan besarnya barang bukti tersebut, kemungkinan besar terdapat ladang ganja yang lebih besar. Setelah melakukan penyelidikan selama sekitar satu setengah bulan. Petugas mendapatkan petunjuk mengenai lokasi penanaman ganja yang berada di kawasan hutan Desa Argosari. Tim gabungan dari Polres Lumajang, TNI, dan perangkat desa melakukan operasi di lokasi tersebut dengan berbagai cara, termasuk menyaru sebagai pemburu dan tukang cangkul. Dalam operasi ini, di temukan 59 titik ladang ganja dengan total luas hampir satu hektare. Tersembunyi di zona rimba yang sulit di jangkau.

Ladang-ladang ini terletak sekitar 3 hingga 5 kilometer dari Dusun Pusung Duwur dan terdiri dari tanaman ganja yang di rawat oleh warga setempat. Para pekerja ini di janjikan imbalan tinggi oleh seorang tokoh bernama Edy, yang kini masih buron. Edy di duga sebagai otak di balik jaringan penanaman ganja ini dan menyediakan semua kebutuhan untuk budidaya. Penemuan ladang ganja ini bukan hanya menyoroti praktik ilegal tetapi juga menimbulkan pertanyaan tentang pengelolaan kawasan konservasi. Masyarakat setempat dan pihak berwenang kini berupaya untuk mengusut tuntas kasus ini dan menjaga kelestarian TNBTS dari aktivitas ilegal yang merusak lingkungan.

Keberadaan Ladang Ganja Ini Mencerminkan Tantangan Besar

Penegakan hukum terhadap para pelaku di harapkan dapat memberikan efek jera serta mencegah kejadian serupa di masa depan. Keberadaan Ladang Ganja Ini Mencerminkan Tantangan Besar dalam menjaga integritas kawasan konservasi dan perlunya kolaborasi antara aparat hukum dan masyarakat untuk melindungi lingkungan. Bagaimana ladang ganja bisa luput dari pengawasan?, ladang ganja di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) berhasil luput dari pengawasan selama berbulan-bulan berkat modus licik yang d iterapkan oleh jaringan penanamnya. Salah satu faktor utama adalah pemilihan lokasi yang sangat tersembunyi dan sulit di jangkau.

Terletak di area hutan lebat dengan vegetasi rimbun. Seperti kirinyu dan anakan akasia. Medan yang curam dan tertutup semak belukar membuat ladang ganja ini hampir tidak terlihat oleh mata telanjang, Sehingga menyulitkan pihak berwenang untuk mendeteksinya. Jaringan ini juga memanfaatkan ketidakpahaman masyarakat lokal mengenai hukum dan pengelolaan kawasan konservasi. Para pelaku, yang sebagian besar adalah warga setempat. Di janjikan imbalan tinggi oleh seorang tokoh bernama Edy, yang kini masih buron. Edy menyediakan semua kebutuhan untuk penanaman, termasuk bibit dan pupuk.

Serta memberikan pelatihan tentang cara merawat tanaman ganja. Dalam persidangan, terdakwa mengaku bahwa mereka tidak menyadari bahwa tindakan mereka melanggar hukum dan merasa bebas untuk masuk ke kawasan tersebut. Selanjutnya, penggunaan teknologi drone oleh pihak kepolisian dan Kementerian Kehutanan menjadi kunci dalam mengungkap keberadaan ladang ganja ini. Drone di gunakan untuk memetakan area yang sulit di akses dan mengidentifikasi titik-titik penanaman ganja. Penemuan ini terjadi setelah penyelidikan yang di mulai pada September 2024. Ketika polisi menangkap beberapa pelaku yang terlibat dalam peredaran ganja.

Langkah Hukum Dan Upaya Penertiban

Meskipun larangan penggunaan drone di jalur pendakian Gunung Semeru telah ada sejak 2019, teknologi ini justru di manfaatkan untuk menemukan ladang ganja yang tersembunyi di luar jalur wisata. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada upaya pengawasan. Jaringan penanam ganja menggunakan strategi cerdik untuk menghindari deteksi. Dengan demikian, kombinasi antara lokasi yang strategis, iming-iming imbalan tinggi kepada pekerja lokal. Serta pemanfaatan teknologi menjadi faktor utama mengapa ladang ganja ini bisa luput dari pengawasan selama bertahun-tahun. Penemuan ladang ganja ini menyoroti perlunya peningkatan patroli dan pengawasan untuk mencegah praktik ilegal di kawasan konservasi.

Langkah Hukum Dan Upaya Penertiban, akhir misteri terkait ladang ganja di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) mulai terungkap setelah penemuan yang mengejutkan pada September 2024. Pada saat itu, Polres Lumajang menemukan sekitar 6.000 meter persegi ladang ganja yang tersebar di 59 lokasi. Dengan total tanaman yang di sita mencapai lebih dari 38.000 pohon. Penemuan ini di lakukan setelah penyelidikan yang di mulai ketika pihak berwenang menangkap beberapa individu yang terlibat dalam peredaran ganja di daerah tersebut. Proses hukum terhadap para pelaku kini sedang berlangsung di Pengadilan Negeri Lumajang.

Di mana empat tersangka telah di tetapkan sebagai pemilik ladang ganja. Mereka adalah warga Desa Argosari yang terlibat dalam penanaman dan perawatan tanaman ganja. Yang di duga di pimpin oleh seorang tokoh bernama Edy, yang masih buron. Penangkapan ini menandai langkah awal penertiban terhadap praktik ilegal yang merusak ekosistem TNBTS. Selain itu, Dalam upaya penertiban pihak berwenang melakukan kolaborasi antara Kementerian Kehutanan dan aparat kepolisian. Untuk mengidentifikasi lokasi ladang ganja menggunakan teknologi drone sehingga tidak ada lagi yang menganggap Klaim Pemerintah Menutup Kasus.

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait