Pekerja Shift Sulit Mengatur Produktivitas Kehidupan Mereka Karena Jam Kerja Yang Membuat Mereka Sulit Melakukan Aktivitas. Kerja shift menjadi hal biasa di dunia kerja, semakin ketatnya kompetisi dan semakin mahalnya biaya membuat industri kesulitan untuk beroperasi hanya empat puluh jam seminggu, yaitu kurang dari seperempat kapasitasnya. Lalu, di adakanlah jam kerja sehari penuh, 168 jam per minggu, sehingga memungkinkan operasi yang terus-menerus dengan hasil empat kali lipat. Sudah lama, rumah sakit, kepolisian, dan pemadam kebakaran, serta kantor pos beroperasi dengan dasar 24 jam, sekarang pabrik, swalayan, dan sektor lain juga tidak pernah tutup. Beberapa orang harus bekerja sementara orang lain tidur. Sekarang ini 22 juta orang, yaitu seperempat dari tenaga kerja di dunia, menjadi Pekerja Shift.
Beberapa orang bekerja hanya pada malam hari, sedangkan yang lain berganti-ganti antara siang, sore, dan malam hari. Ada lebih dari 700 macam jadwal giliran kerja, tetapi yang paling sering, yaitu “giliran tujuh”. Pada jadwal ini ada tujuh shift delapan-jam siang hari, lalu dua hari libur. Kemudian tujuh shift delapan-jam malam hari, di susul dua hari libur, di ikuti oleh tujuh shift delapan-jam sore, lalu dua hari libur. “Hidup seperti itu,” menurut pendapat Dr. Martin Moore-Ede dari Fakultas Kedokteran Harvard,”sama seperti menghabiskan waktu seminggu dengan waktu Amerika, di ikuti dengan seminggu waktu Paris, lalu di ikuti dengan seminggu waktu Tokyo.” Sudah di pastikan bahwa para Pekerja Shift berada pada keadaan jet lag selamanya, tanpa ada rasa senang ketika berangkat kerja.