OTT
OTT Di Sultra KPK Ciduk Bupati Koltim, Kasus Suap Proyek RSUD

OTT Di Sultra KPK Ciduk Bupati Koltim, Kasus Suap Proyek RSUD

OTT Di Sultra KPK Ciduk Bupati Koltim, Kasus Suap Proyek RSUD

Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print
OTT
OTT Di Sultra KPK Ciduk Bupati Koltim, Kasus Suap Proyek RSUD

OTT Atau Operasi Tangkap Tangan Yang Di Lakukan Oleh Kpk Terhadap Bupati Koltim Mengejutkan Publik Dengan Kasus Suap Proyek RSUD. Kali ini, lembaga antirasuah itu menciduk Bupati Kolaka Timur, Abdul Azis (ABZ), bersama sejumlah pejabat Kementerian Kesehatan, terkait dugaan suap proyek pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara.

Operasi senyap berlangsung pada 7–8 Agustus 2025 di tiga lokasi berbeda: Jakarta, Makassar, dan Kendari. Dari operasi ini, KPK mengamankan 12 orang. Setelah pemeriksaan intensif, lima di antaranya resmi di tetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Abdul Azis; Andi Lukman Hakim (ALH), penanggung jawab dari Kemenkes; Ageng Dermanto (AGD), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek; serta dua pihak swasta, Deddy Karnady (DK) dan Arif Rahman (AR).

Kasus ini bermula dari proyek peningkatan fasilitas RSUD Kolaka Timur dari tipe D menjadi tipe C, yang di danai melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang kesehatan. Nilai proyek mencapai Rp126,3 miliar, bagian dari program nasional untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan di daerah. KPK menduga, dalam proses pengadaan proyek, telah terjadi kesepakatan pemberian “komitmen fee” sebesar 8% dari nilai kontrak, atau sekitar Rp9 miliar. Uang ini di duga di bagi untuk kepentingan beberapa pihak, termasuk kepala daerah.

Saat OTT, penyidik menyita uang tunai Rp200 juta sebagai barang bukti awal, bersama sejumlah telepon genggam dan dokumen penting. Kelima tersangka langsung di bawa ke Jakarta dan di tahan di Rutan KPK Gedung Merah Putih untuk 20 hari pertama, terhitung mulai 8 hingga 27 Agustus 2025. Dalam konferensi pers, Wakil Ketua KPK menegaskan bahwa lembaganya akan mendalami lebih lanjut aliran dana, termasuk kemungkinan mengalir ke partai politik atau di gunakan untuk pembelian aset pribadi OTT.

Sahroni Menilai Berita Penangkapan Terhadap Abdul Azis Menimbulkan Kegaduhan

Dalam sorotan publik, berita mengenai OTT (Operasi Tangkap Tangan) terhadap Bupati Kolaka Timur serta keterlibatan pejabat dari Kementerian Kesehatan menuai reaksi tajam dari warganet dan sejumlah pihak terkait. Partai NasDem mengungkap kekecewaan terhadap cara OTT di beritakan. Sahroni Menilai Berita Penangkapan Terhadap Abdul Azis Menimbulkan Kegaduhan dan kesan dramatis yang di nilai tidak efektif untuk penegakan hukum. Dia meminta KPK untuk menghindari “drama “jangan lakukan drama dalam ruang terbuka di media sosial. Surya Paloh bahkan meminta Komisi III DPR mengadakan RDP (rapat dengar pendapat) agar terminologi OTT bisa diperjelas.

Meski belum banyak komentar langsung terkait OTT ini di platform seperti Reddit, perdebatan soal OTT umumnya mencerminkan sikap skeptis warga terhadap metode penegakan hukum. Sebagai contoh, pada kasus OTT lainnya, warganet menyindir bahwa OTT yang sering di lakukan bisa mencederai citra negara “makin banyak OTT, bukan berarti korupsi semakin sedikit, cuma makin banyak yang ketahuan”. Di kasus berbeda, netizen juga menyuarakan keprihatinan terhadap politik drama dan manipulasi opini—sikap ini terasa relevan ketika warganet melihat adanya pola serupa di pemberitaan OTT kali ini.

Intinya, suara publik menuntut proses hukum berjalan transparan, objektif, dan tanpa drama politik. OTT seharusnya menjadi alat efektif untuk menindak pelaku korupsi, bukan ajang pencitraan atau manuver politik. Dalam hal ini, netizen berharap agar pemberitaan bisa lebih berimbang dan KPK bertindak berdasarkan fakta substansial. Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang di klaim menjerat Bupati Kolaka Timur, Abdul Azis, bersama pejabat Kementerian Kesehatan, memicu beragam tanggapan dari pihak resmi. Reaksi ini mencerminkan tarik ulur antara penegakan hukum dan politik serta persepsi publik.

Partai Nasdem Menanggapi Kabar OTT Ini Dengan Tegas

Partai Nasdem Menanggapi Kabar OTT Ini Dengan Tegas. Bendahara Umum DPP NasDem, Ahmad Sahroni, menyatakan bahwa Abdul Azis tidak di tangkap dan justru sedang berada di sisinya saat menghadiri Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Partai di Makassar. “Kalau berita yang tidak ada menjadi ada, itu jadi pertanyaan. Tolong jangan buat kegaduhan seolah-olah OTT,” ujarnya dalam konferensi pers. Wakil Ketua DPP NasDem, Rudianto Lallo, menambahkan bahwa partainya menghormati proses hukum dan asas praduga tak bersalah, namun mengingatkan agar penegak hukum tidak mencari-cari kesalahan secara berlebihan. “Tidak boleh mencari-cari kesalahan,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua Umum NasDem, Surya Paloh, menyindir keras cara KPK mengedepankan “drama” terlebih dahulu dalam penegakan hukum. Ia menekankan bahwa partainya tetap konsisten menjunjung hukum tanpa deviasi, namun mempertanyakan urgensi pendekatan sensasional dalam kasus tersebut. Di sisi lain, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui beberapa perwakilannya membenarkan telah melakukan OTT di wilayah Sulawesi Tenggara. Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengatakan bahwa pihaknya telah mengamankan sejumlah individu, termasuk pihak yang di sebut sebagai bupati, dan akan menjelaskan rinciannya dalam konferensi pers mendatang.

Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, juga menegaskan bahwa tim sedang berada di Kolaka Timur untuk proses penindakan, meskipun ia tidak menyebutkan nama secara eksplisit. Situasi ini menunjukkan ketegangan antara proses hukum yang seharusnya objektif dan adanya persepsi bahwa penegakan hukum di politisasi. NasDem mengedepankan bahwa proses hukum harus di jalankan tanpa menimbulkan kegaduhan publik. Sementara KPK menegaskan komitmen pemberantasan korupsi meski menimbulkan kontroversi.

Proyek Ini Merupakan Bagian Dari Program Nasional Peningkatan Kapasitas Rumah Sakit Daerah

Kasus yang menyeret Bupati Kolaka Timur, Abdul Azis, bersama sejumlah pejabat Kementerian Kesehatan. Bermula dari proyek peningkatan fasilitas Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kolaka Timur. Proyek Ini Merupakan Bagian Dari Program Nasional Peningkatan Kapasitas Rumah Sakit Daerah. Dari tipe D menjadi tipe C, dengan tujuan memperluas layanan kesehatan bagi masyarakat.

Dana yang di gunakan berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang kesehatan. Yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Berdasarkan dokumen perencanaan, nilai proyek mencapai sekitar Rp126,3 miliar. Anggaran tersebut di rencanakan untuk pembangunan infrastruktur, pengadaan peralatan medis modern, serta peningkatan fasilitas pendukung rumah sakit.

Namun, KPK menduga bahwa proses pelaksanaan proyek ini tidak berjalan sesuai prosedur. Berdasarkan hasil penyelidikan awal, ada kesepakatan antara pihak pelaksana proyek. Dan sejumlah pejabat terkait mengenai pemberian “komitmen fee” sebesar 8% dari nilai kontrak. Jika di hitung dari total anggaran Rp126,3 miliar, nilai komitmen fee tersebut setara dengan Rp9 miliar. Modusnya di duga menggunakan skema suap untuk melancarkan proses administrasi dan memastikan pemenang tender. Uang di berikan secara bertahap kepada pihak-pihak yang memiliki kewenangan strategis dalam pengesahan proyek. Mulai dari pejabat pembuat komitmen (PPK) hingga kepala daerah.

Dalam operasi tangkap tangan yang di lakukan pada 7–8 Agustus 2025. KPK mengamankan uang tunai sebesar Rp200 juta yang di duga merupakan sebagian dari komitmen fee tersebut. Selain uang tunai, penyidik juga menyita dokumen pengadaan proyek, telepon genggam, dan bukti komunikasi yang mengarah pada praktik suap. KPK menduga aliran dana tidak hanya berhenti pada penerima langsung, tetapi berpotensi di gunakan OTT.

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait