Gejolak
Gejolak Pati: DPRD Bentuk Pansus Pemakzulan Bupati Sudewo

Gejolak Pati: DPRD Bentuk Pansus Pemakzulan Bupati Sudewo

Gejolak Pati: DPRD Bentuk Pansus Pemakzulan Bupati Sudewo

Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print
Gejolak
Gejolak Pati: DPRD Bentuk Pansus Pemakzulan Bupati Sudewo

Gejolak Politik Di Kabupaten Pati Memanas Setelah DPRD Resmi Membentuk Pansus Hak Angket Untuk Mengusut Kebijakan Bupati Sudewo. Langkah ini di ambil usai gelombang demonstrasi besar-besaran yang berlangsung sejak awal pekan, di picu oleh kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen. Sidang paripurna yang di gelar pada Rabu (13/8) berlangsung dramatis. Hampir seluruh fraksi mulai dari PDIP, Gerindra, PKB, PPP, Demokrat, PKS, hingga Golkar sepakat membentuk Pansus Hak Angket. Keputusan ini disahkan setelah serangkaian interupsi dan pembahasan singkat terkait urgensi penyelidikan terhadap kebijakan bupati. Ketua DPRD Pati menyatakan, pembentukan pansus merupakan langkah konstitusional yang bertujuan mengungkap dugaan pelanggaran administratif dan kebijakan yang di anggap merugikan masyarakat.

Hak angket adalah instrumen resmi DPRD untuk memastikan kebijakan daerah tidak menyengsarakan rakyat, ujarnya. Sejak 10 Agustus, ribuan warga memadati pusat kota untuk memprotes kenaikan PBB-P2 yang di nilai memberatkan. Gejolak Aksi yang awalnya damai berubah ricuh pada 12 Agustus, ketika massa melempari gedung kantor bupati dan memaksa aparat mengeluarkan gas air mata. Sejumlah tokoh masyarakat dan organisasi lokal menilai kebijakan tersebut di ambil tanpa dialog yang cukup dengan warga. “Kenaikan ini tidak masuk akal di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang belum pulih. Kami menolak dan mendesak bupati mundur,” kata salah satu koordinator aksi.

Menanggapi pembentukan Pansus Hak Angket, Bupati Sudewo memilih sikap tenang. Ia menegaskan menghormati mekanisme DPRD dan menyatakan siap memberikan klarifikasi jika di minta. “Ini bagian dari proses demokrasi. Saya akan patuh pada prosedur,” ucapnya Gejolak.

Menuai Beragam Reaksi Dari Masyarakat Setempat

Pembentukan Pansus Hak Angket oleh DPRD Pati Menuai Beragam Reaksi Dari Masyarakat Setempat. Bagi sebagian besar warga, langkah ini di anggap sebagai titik terang dalam memperjuangkan aspirasi yang selama ini terabaikan. Namun, tidak sedikit pula yang menyimpan kekhawatiran bahwa proses ini hanya akan menjadi drama politik tanpa solusi nyata. Kelompok petani dan pedagang kecil menjadi pihak yang paling lantang menyuarakan dukungan terhadap Pansus. Mereka menilai kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen sangat memberatkan, terutama di tengah harga komoditas yang tidak stabil. “Kalau pajak naik setinggi itu, kami mau bayar pakai apa? Hasil panen saja kadang rugi,” keluh Sutrisno, seorang petani padi dari Kecamatan Juwana.

Para pedagang pasar pun mengungkapkan hal serupa. Kenaikan pajak di nilai akan menekan daya beli masyarakat, yang akhirnya berimbas pada menurunnya pendapatan mereka. Bagi mereka, pemakzulan bupati di anggap sebagai jalan keluar dari kebijakan yang merugikan. Banyak warga berharap Pansus Hak Angket tidak sekadar formalitas, melainkan benar-benar memeriksa kebijakan yang di anggap tidak pro-rakyat. Siti Aisyah, seorang ibu rumah tangga di Desa Margorejo, mengatakan bahwa ia ingin DPRD membatalkan kenaikan PBB dan memastikan pemerintah daerah lebih mendengar keluhan masyarakat. “Kami ingin kebijakan yang manusiawi, bukan angka-angka yang bikin rakyat susah,” ujarnya.

Meski dukungan terhadap Pansus cukup besar, ada pula warga yang merasa cemas proses ini akan menimbulkan konflik politik berkepanjangan. Mereka khawatir ketegangan antara eksekutif dan legislatif akan menghambat jalannya program pembangunan di daerah. “Kalau berlarut-larut, yang rugi tetap rakyat. Pembangunan jalan, bantuan petani, semua bisa mandek,” kata Karno, seorang sopir angkutan desa.

Bupati Pati, Sudewo, Merespons Gejolak Langkah DPRD Yang Membentuk Pansus Hak Angket Dengan Nada Tenang Dan Terukur

Bupati Pati, Sudewo, Merespons Gejolak Langkah DPRD Yang Membentuk Pansus Hak Angket Dengan Nada Tenang Dan Terukur. Dalam pernyataannya kepada media, Sudewo menegaskan bahwa ia menghormati mekanisme yang di jalankan legislatif. Ia menilai, hak angket merupakan instrumen konstitusional yang sah untuk mengawasi jalannya pemerintahan daerah. “Ini bagian dari proses demokrasi. DPRD memiliki hak untuk mengkritisi dan memeriksa kebijakan pemerintah daerah. Saya akan bersikap kooperatif dan siap memberikan penjelasan kapan pun di minta,” ujar Sudewo, di halaman Kantor Bupati, Rabu (13/8).

Meski demikian, Sudewo menepis anggapan bahwa kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di lakukan tanpa perhitungan. Menurutnya, keputusan itu di ambil berdasarkan kajian fiskal yang bertujuan meningkatkan pendapatan asli daerah demi membiayai program pembangunan. Ia mengaku siap memaparkan data dan alasan teknis di hadapan Pansus.

Sementara itu, pemerintah pusat melalui Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, memilih bersikap hati-hati. Dalam konferensi pers di Jakarta, Prasetyo menyatakan bahwa Istana menghormati kewenangan DPRD Pati. Ia menegaskan, pemerintah pusat tidak akan mengintervensi proses hukum dan politik yang sedang berjalan di daerah.

“Kita menghormati hak angket sebagai bagian dari check and balance. Namun, semua harus di lakukan sesuai prosedur dan aturan perundang-undangan. Pemerintah pusat akan terus memantau perkembangan di Pati,” tegasnya. Prasetyo juga mengingatkan agar seluruh pihak, baik legislatif, eksekutif, maupun masyarakat, menjaga ketertiban selama proses berlangsung. Ia menekankan pentingnya menghindari provokasi yang dapat memicu kericuhan lanjutan di lapangan. Sikap tenang Bupati Sudewo dan pernyataan netral dari pemerintah pusat membuat situasi politik Pati sedikit mereda, meski gelombang unjuk rasa warga masih berlangsung di beberapa titik.

Bagi Sebagian Besar Masyarakat, Kenaikan Tersebut Di Anggap Memberatkan

Gejolak politik di Kabupaten Pati tidak lahir tiba-tiba. Pemicunya adalah kebijakan Pemerintah Kabupaten Pati yang menaikkan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen. Kebijakan ini di umumkan pada pertengahan Juli 2025 dan segera menuai reaksi keras dari warga. Bagi Sebagian Besar Masyarakat, Kenaikan Tersebut Di Anggap Memberatkan, terutama di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih pascapandemi dan tekanan inflasi harga bahan pokok. Petani, pedagang, hingga buruh tani merasa terhimpit. “Kenaikan ini tidak masuk akal. Pendapatan kami tidak naik, tapi beban pajak melonjak tajam,” ujar Rukiyah, pedagang sayur di Pasar Puri.

Gelombang protes mulai terbentuk pada 10 Agustus 2025, ketika ratusan warga dari berbagai desa mendatangi kantor bupati untuk menyampaikan aspirasi. Awalnya, aksi berlangsung damai dengan orasi dan pembacaan tuntutan. Mereka meminta Bupati Sudewo mencabut kebijakan kenaikan PBB-P2 serta membuka dialog langsung dengan perwakilan warga.

Namun, suasana mulai memanas pada 12 Agustus. Ribuan warga kembali turun ke jalan, kali ini dengan jumlah massa yang jauh lebih besar. Demonstran memblokade jalan utama menuju kompleks perkantoran bupati, sambil membawa spanduk dan poster bertuliskan penolakan. Beberapa kelompok massa mulai mendorong pagar kantor bupati, dan situasi berubah ricuh. Kaca jendela kantor pemerintahan pecah akibat lemparan batu, sementara aparat kepolisian terpaksa melepaskan tembakan gas air mata untuk membubarkan kerumunan. Kericuhan tersebut memicu simpati publik yang lebih luas. Video dan foto bentrokan beredar di media sosial, membuat isu kenaikan pajak ini menjadi topik nasional. Dukungan terhadap aksi warga datang dari berbagai kalangan, termasuk organisasi mahasiswa dan tokoh masyarakat lokal Gejolak.

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait