Desa Kertasura Menjadi Kampung Ular Terbesar, Benarkah?

Desa Kertasura Menjadi Kampung Ular Terbesar, Benarkah?
Desa Kertasura Menjadi Kampung Ular Terbesar, Benarkah?

Desa Kertasura Di Cirebon, Jawa Barat Disebut-Sebut Sebagai Desa Ular Karena Banyaknya Berbagai Jenis Ular Yang Bersemayam Di Rumah Penduduk. Menelusuri jalan di desa ini memberikan pengalaman yang serba menakjubkan dan mengerikan. Biasanya ular sering di anggap menakutkan oleh masyarakat umum, tetapi tidak demikian bagi penduduk kampung ular kertasura. Ular-ular yang di peroleh dari para pemburu ular menjadi berkah tersendiri bagi penduduk di perkampungan ini. Terutama saat musim hujan tiba, karena hampir semua warga di tempat ini bekerja sebagai pengrajin kulit ular. Di sepanjang jalan perkampungan, pembantaian ular terjadi setiap minggunya, di mana ribuan ular di bunuh dan di kuliti. Kulit-kulit ular yang terlepas dari dagingnya di tumpuk di lantai area rumah-rumah warga. Kemudian di proses menjadi bahan baku pembuatan aksesoris. Bahkan, hasil kulit ular dari Desa Kertasura telah di jual ke berbagai daerah dan dunia.

Ular yang di tangkap masyarakat Desa Kertasura adalah jenis ular khusus yang hidup di berbagai jenis air, baik asin, tawar maupun payau. Ular-ular yang di ambil ini di anggap sebagai hama oleh petani, peternak dan petambak. Nasib ular yang di cabut kulitnya, setelah mengalami satu atau dua hari penderitaan yang tak terbayangkan, akan mati akibat efek kejut dan dehidrasi. Namun, daging ular tersebut tidak di buang begitu saja, tetapi di jual ke beberapa daerah lainnya. Tak hanya itu, telur dari ular juga di kumpulkan dan di jual sebagai umpan pancing. Biasanya di kalngan pemancing, telur ini di anggap memiliki daya tarik bagi beberapa jenis ikan. Banyak orang di Indonesia meyakini bahwa daging dan jeroan ular memiliki khasiat untuk pengobatan berbagai penyakit. Contohnya seperti pengobatan kulit, asma dan bahkan untuk meningkatkan vitalitas pria.

Bagaimana Sih Sebenarnya Praktik Untuk Mendapatkan Kulit Ular Di Desa Kertasura?

Lalu yang menjadi pertanyannya, Bagaimana Sih Sebenarnya Praktik Untuk Mendapatkan Kulit Ular Di Desa Kertasura? Yuk simak penjelasan berikut!

Ular hidup akan di kumpulkan di sebuah tong yang berisi air. Jika sudah, satu persatu ular akan di sembelih dengan cara memasukkan air ke dalam mulutnya menggunakan selang. Tujuan dari tahapan ini adalah agar kulit ular tersebut lebih lebar dan panjang. Setelah tubuh ular menggelembung, lehernya akan di ikat dengan tali. Dengan tujuan agar air di dalam perutnya tidak keluar, biasanya berlangsung selama sekitar 10 menit.

Setelah proses memasukkan air, kulit ular di pisahkan dari dagingnya, dengan cara bagian kulit di tarik mulai dari rahang hingga ekor. Hal ini persis seperti melepaskan sarung tangan plastik. Biasanya, kulit yang di lepaskan akan melilit dengan sendirinya.

Lalu, kulit ular yang sudah terpisah dari dagingnya di keringkan di atas papan. Jika sudah sedikit mengering, kulit tersebut akan di masukkan ke dalam sebuah oven pengering khusus. Oven ini biasanya mampu menampung sekitar 60 kilogram kulit ular. Tujuan dari proses ini adalah untuk mengurangi kadar air dalam kulit ular sehingga cepat mengering dan tidak membusuk.

Setelah beberapa jam di oven, kulit-kulit tersebut di angkat dan di celupkan untuk mencari motif dan potongan yang di inginkan.

Langkah terakhir adalah menjemur kulit ular hingga benar benar kering di bawah sinar matahari. Biasanya kulit akan di regangkan dengan sebuah alat yang mirip seperti tongkat.

Harga kulit ular per ekor berkisar antara Rp3 ribu hingga Rp60 ribu tergantung pada harga pasar, musim dan ukuran kulitnya. Pada dasarnya, kulit ular yang sudah melalu beberapa proses tersebut akan di olah oleh pengrajin menjadi berbagai aksesoris seperti dompet bahkan tas. Tas kulit ular biasanya di bandrol dengan harga Rp150.000 hingga Rp300.000, tergantung ukuran besar atau kecilnya. Namun Jika di ekspor ke luar negeri, harganya menjadi berkali lipat bahkan hingga mencapai Rp40 juta.

Memberikan Sentuhan Eksotis Dan Mewah Pada Tas

Fashion telah menjadi bagian penting dari gaya hidup modern, dan inovasi dalam bahan dan desain terus mendorong perkembangan industri ini. Salah satu tren yang menarik adalah penggunaan kulit ular dalam pembuatan produk fashion, terutama tas. Kulit ular Memberikan Sentuhan Eksotis Dan Mewah Pada Tas, menjadikannya pilihan yang populer di kalangan pecinta fashion yang mencari sesuatu yang unik dan berkelas.

Tas dari kulit ular menawarkan kombinasi antara keindahan alami motif kulit ular dengan kekuatan dan ketahanan yang dibutuhkan dalam sebuah tas. Kulit ular memiliki tekstur yang lembut namun kuat, sehingga mampu menghasilkan tas yang awet dan tahan lama. Selain itu, warna-warna alami dan pola-pola unik yang dimiliki oleh kulit ular memberikan banyak pilihan bagi para desainer untuk menciptakan tas yang eksklusif dan menarik.

Penggunaan kulit ular dalam pembuatan tas juga menunjukkan kepedulian terhadap keberlanjutan lingkungan. Sebagian besar kulit ular berasal dari populasi ular yang di ambil secara legal dan berkelanjutan. Sehingga membantu dalam menjaga ekosistem dan kelestarian spesies tersebut. Hal ini menjadikan tas dari kulit ular sebagai pilihan yang ramah lingkungan bagi para penggemar fashion yang juga peduli terhadap pelestarian lingkungan.

Tren penggunaan kulit ular dalam pembuatan tas terus berkembang, dengan banyak desainer dan merek fashion terkenal yang menghadirkan koleksi-koleksi eksklusif yang menggunakan bahan ini. Tas dari kulit ular telah menjadi simbol gaya yang elegan dan bergaya tinggi, menginspirasi banyak orang untuk mengeksplorasi dan mengapresiasi keindahan alam melalui fashion. Dengan kombinasi antara kecantikan alam dan inovasi desain, tas dari kulit ular akan terus menjadi bagian penting dari dunia fashion yang berkelanjutan.

Muhamad Rofiq Juga Telah Berhasil Mengubah Kulit Ular Menjadi Produk Fashion

Tak hanya Desa Kertasura saja, seorang penduduk Desa Lemahbang Dewo di Kecamatan Rogojampi, Banyuwangi, Muhamad Rofiq  Juga Telah Berhasil Mengubah Kulit Ular Menjadi Produk Fashion berkelas seperti tas dan dompet yang bernilai tinggi. Karyanya telah merambah pasar Asia dan Eropa. Awal mula bisnis kulit reptil yang ia jalankan saat tinggal di Bali pada tahun 2009. Lalu, pada tahun 2010, ia bertemu dengan Bupati Banyuwangi, Pak Anas, di Bali. Pak Anas mengajaknya untuk membuka usaha di Banyuwangi. Karena ajakan tersebut, rofiq kemudian memantapkan hati untuk memindahkan usahanya pada tahun 2013 ke Banyuwangi.  Usahanya terus berkembang sejak itu, bahkan produknya telah di ekspor ke Korea Selatan dan Rusia.

Rofiq memiliki alasan kuat memilih bahan kulit ular karena memberikan kesan eksklusif dan menargetkan pasar kelas menengah atas. Ia mendapat pasokan kulit mentah ular dari pengepul di Sumatera dan Kalimantan yang sudah memiliki izin dari BKSDA. Untuk kerajinan tasnya, Rofiq menggunakan bahan baku dari dua jenis ular, yaitu Phyton Repticula dan Phyton Dismay, yang bisa tumbuh sangat besar hingga panjangnya mencapai 7 meter. Dua jenis ular ini di pilih karena motif kulitnya yang cantik dan lebar kulitnya yang memudahkan proses pembuatan. Produknya memiliki nilai jual tinggi, dengan harga tas bervariasi antara Rp 800 ribu hingga Rp 3 juta, dan dompet Rp 250 ribu hingga Rp 800 ribu, tergantung ukuran dan tingkat kerumitannya.

Meskipun tas dari kulit ular menawarkan keanggunan dan kemewahan, namun penangkapan dan pemrosesan kulit ular sering kali mencakup perlakuan yang tidak manusiawi. Penggunaan kulit hewan eksotis seperti ular dapat menurunkan jumlah populasi ular di alam liar. Selain itu, proses pengolahan kulit ular juga dapat menimbulkan dampak lingkungan yang merugikan. Proses-proses kimia dalam penyamakan dan pewarnaan kulit dapat menghasilkan limbah beracun yang mencemari air dan tanah di sekitarnya, termasuk bagi masyarakat Desa Kertasura.

Exit mobile version